RSS

Kunjungan ke Jakarta Smart City Lounge

Sudah tiga tahun semenjak postingan terakhir dan lima tahun semenjak blog ini dibuat. Tapi ternyata tulisannya masih sedikit sekali. Untuk ke depannya mungkin saya akan coba menghidupkan kembali blog ini. Beberapa tulisan sebelumnya yang agak menggalau sudah saya sembunyikan atau ditandai privat karena blog ini bersifat publik dan bisa dibaca oleh siapa saja.

Kembali ke topik.

Sekitar satu bulan yang lalu saya mengunjungi Jakarta Smart City Lounge (JSCL) yang berada di kompleks Balaikota DKI Jakarta. Saya sendiri tertarik untuk mengunjungi tempat ini setelah membaca beberapa berita di koran dan tulisan beberapa teman yang sudah pernah berkunjung ke sana. Berdasarkan info dari mereka, JSCL ini merupakan tempat untuk memantau laporan-laporan warga DKI Jakarta yang dikirimkan melalui sistem Smart City Jakarta yang berupa aplikasi smartphone bernama Qlue. Karena penasaran, saya memutuskan untuk mengunjungi langsung JSCL ini.

Untuk masuk ke JSCL, dapat melalui kompleks Balaikota DKI Jakarta yang berada di Jl. Medan Merdeka Selatan, beberapa petak dari Kedubes AS. Anda bisa menuju kawasan ini dengan menggunakan CL (turun di St. Gondangdia) atau Transjakarta. Sedikit informasi kalao kompleks Balaikota ini hanya dibuka setiap Sabtu dan Minggu pukul 08.00-16.00. Tidak dipungut biaya.

Bagian Balaikota yang dapat dimasuki adalah bagian pendopo tua bergaya Belanda yang berada pada sisi kiri kompleks. Terdapat tur singkat keliling Balaikota sebelum memasuki JSCL. Untuk tur singkat ini, rencananya akan saya bahas di tulisan berikutnya.

Ketika saya berkunjung, tidak ada papan tanda atau signage yang menunjukkan posisi dari ruangan JSCL. Setelah berkeliling-keliling bertanya pada petugas setempat, ternyata ruangan JSCL terdapat pada lantai 3 gedung tempat dilaksanakannya tur Balaikota. Kembalilah saya ke pendopo tua tersebut dan langsung naik tangga menuju di lantai tiga. Setelah sampai, nantinya akan terdapat ruang resepsionis JSCL. Ruangan ini sendiri ternyata diawasi oleh CCTV, sehingga jika terdapat orang yang berkunjung atau nyasar ke tempat ini, akan disambut oleh petugas penjaga JSCL.

DSC_0295[1]

Resepsionis Jakarta Smart City Lounge (JSCL)

Dari sini, petugas dari JSCL langsung mengajak saya untuk ikut tur singkat keliling jSCL. Hanya saya yang ada di situ. Jelas, tidak ada signage atau tanda yang mengarahkan pengunjung balaikota menuju JSCL. Yang dikunjungi pertama kali adalah ruang kerja. Tim Smart City Jakarta bekerja pada ruangan ini pada hari Senin-Jumat untuk melakukan pemantauan dan pemrosesan laporan warga DKI Jakarta yang masuk ke dalam sistem Smart City Jakarta.

DSC_0297[1]

Ruangan kerja JSCL

Ruangan ini jelas kosong karena hari libur. Dari sini petugas mengajak saya menuju ruang rapat dan pemantauan. Ada yang unik di sini. Antara ruang rapat dengan ruang kerja terdapat dinding kaca yang dapat diburamkan dengan menggunakan sebuah tombol. Ini berguna ketika terdapat rapat penting yang tidak bisa disaksikan sembarang orang, sehingga ketika rapat berlangsung, kaca diburamkan dan orang tidak bisa melihat apa yang dilakukan atau dibicarakan di dalam ruang rapat.

DSC_0299[1]

Ruang rapat sekaligus ruang pemantauan

Di foto di atas terdapat monitor raksasa yang digunakan untuk memantau posisi laporan warga, status laporan, dan data statistik lainnya. Terdapat juga saringan laporan berdasarkan instansi pengurus, kamera CCTV pintu air, dan nomor kontak yang dapat digunakan untuk menyalurkan laporan kepada Pemprov DKI melalui sistem Smart City Jakarta. Monitor ini terus dipantau setiap hari untuk memastikan setiap instansi yang bertanggung jawab agar memroses setiap laporan yang masuk.

DSC_0300[1]

Monitor pemantauan laporan JSCL

Kaca antara ruang rapat dan pemantauan ini juga dapat diburamkan dalam kondisi tertentu. JSCL ini sebenarnya tidak terlalu besar, sehingga waktu keliling juga singkat. Setelah keliling, saya menyempatkan untuk mengobrol dan sedikit tanya jawab mengenai sistem Smart City Jakarta ini. Menurutnya, sistem ini dimulai sebagai inisiatif Pak Jokowi saat beliau masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Warga yang ingin melaporkan keluhan mengenai masalah yang ada di lingkungannya dapat menggunakan aplikasi smartphone yang bernama Qlue. Setelah laporan masuk, laporan akan dipantau untuk memastikan laporannya diproses oleh instansi yang berkaitan.

Pada sistem ini, tanggung jawab utama terdapat pada Kelurahan sebagai “kepala perumahan”. Menurutnya, dengan sistem ini, Kelurahan harus dapat mengetahui dan memroses setiap laporan yang terjadi pada wilayahnya. Bagaimana jika tidak diproses juga? Kelurahan dapat “distafkan” atau dirotasi, dan ini menurutnya sudah terjadi berkali-kali. Indikator kelurahan yang kemungkinan dirotasi dapat dilihat melalui sistem skor yang berdasarkan laporan yang masuk dan yang telah diproses. Selain kelurahan, terdapat suku-suku dinas yang dapat memroses laporan yang tidak masuk dalam ruang lingkup kelurahan. Misalnya: kebakaran, pendangkalan sungai, PKL, kemacetan, masalah Transjakarta, dll.

Selain itu, diceritakan juga bahwa JSCL ini juga sudah dikunjungi oleh tamu-tamu penting dalam maupun luar negeri. Salah satu tamu luar negeri yang datang adalah (kalau tidak salah) Menteri Luar Negeri Singapura yang ingin mengetahui sistem kerja Smart City di Jakarta.

Jika ingin mengunjungi JSCL, Anda dapat berkunjung pada hari Sabtu dan Minggu, dengan jam buka 08.00-16.00. Tidak dipungut biaya dan tidak harus membuat janji kunjungan terlebih dahulu. Bagi yang penasaran dengan isi monitor JSCL tersebut dapat mengunjungi alamat http://smartcity.jakarta.go.id . Alamat web tersebut merupakan alamat umum yang dapat dibaca dan digunakan oleh umum. Beberapa informasi yang tersedia antara lain data laporan warga, CCTV pintu air, hingga tracking posisi bus Transjakarta.

Sedikit intermezzo, saya menemukan video animasi promosi salah satu universitas di Jepang. Pada animasi ini, topiknya adalah kemacetan Jakarta. Menurut animasi ini, alumni dari universitas ini akan datang membantu Jakarta untuk mengatasi kemacetan dengan membangun sistem Smart City yang menurutnya baru ada tahun 2027. Prediksi mereka ternyata salah, karena tanpa menunggu mereka datang di tahun 2027 pun, DKI Jakarta sudah punya sistem Smart City sendiri, haha.

Jakarta Smart City Lounge (JSCL)
Balai Kota DKI Jakarta Blok B Lt. 3
Jalan Medan Merdeka Selatan No.8-9
Jakarta Pusat.
Buka: Sabtu dan Minggu (09.00-16.00)

 
2 Komentar

Ditulis oleh pada April 3, 2016 inci Uncategorized

 

[INFO] Tiket Harian Berjaminan (THB) KRL Commuter Line

Sebagai mahasiswa yang tiap hari naik kereta ke kampus, tentunya saya harus tanggap dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak KRL Jabodetabek (yang seringkali keluar dadakan dan sosialiasinya sangat kurang), dan kebijakan yang terbaru adalah: Tiket Harian Berjaminan (THB), nah itu apa?

Jadi begini, ada berita yang mengabarkan bahwa PT KCJ/KAI menderita kerugian Rp 3 Miliar diakibatkan hilangnya 700.000 keping kartu tiket Single Trip karena dibawa pulang oleh penumpang, nah gara-gara ini, pihak KAI/KCJ akhirnya ngeluarin kebijakan THB ini.

Intinya adalah THB ini merupakan pengganti sistem Single Trip yang merugi ini, jadinya nanti akan ada biaya jaminan sebesar 5000 Rupiah untuk jaminan fisik tiket yang dibeli. Contohnya nih: Saya berangkat ke UI dari manggarai naik KRL, harga tiketnya 3000, tambah jaminan 5000, jadi saya harus bayar 8000 rupiah.

“Wah kok dimahalin?? Ini pasti akal-akalan PT KAI supaya dapat duit banyak nih! Mending ke tiket kertas, blah blah was wes wos…”

Nah, positive thinking dulu lah, jangan gara-gara udah terlalu gedek sama KRL terus bawaannya su’uzon melulu, ntar cepet tua lho :p. Back to topic, jadinya biaya jaminan sebesar 5000 rupiah ini bisa diambil lagi kok setelah sampai stasiun tujuan, jadi secara teknis saya cuma bayar 3000 karena 5000nya balik lagi ke tangan saya. Jadi gak ada harga yang dinaikin 😀

Nah kalau misalnya masih bingung, saya kasih step-by-step cara pakai THB ini!

Langkah-Langkah:

  1. Beli tiket di loket seperti biasa, kalau baru pertama kali beli, Anda dikenakan biaya jaminan sebesar 5000, yang nanti bisa diambil lagi pas pulang
  2. Tap in, naik kereta dan TAP OUT seperti biasa di GERBANG (JANGAN lewat Jalan Tikus! Kalo gak mau berurusan sama PKD)
  3. Nah nanti pas keluar, kartu tiketnya masih Anda pegang kan? selanjutnya bagaimana? Ada dua pilihan!
  • Pilihan A: Balikin kartunya ke loket buat ngambil jaminan 5000 rupiah. “Wah kalo gitu ngantri lagi dong? Repot Ah!” Balikinnya gak harus saat itu juga kok, karena dikasih masa tenggang seminggu. Jadi kalau Anda selesai naik kereta hari Senin tanggal 1, maka Anda bisa nukerin pas hari besok2nya sampai Senin tanggal 8. Lewat dari itu, hangus dah 5000nya dan gak bisa diambil lagi…. Kalau udah balikin kartu terus mau naik kereta lagi, kembali ke LANGKAH NO. 1
  • Pilihan B: Simpan kartunya untuk dipakai naik kereta lagi besok harinya. Perlu bayar jaminan lagi? Nggak perlu! Kan tiketnya masih Anda pegang, jadi pas ke loketnya terus misalnya mau ke UI dari Manggarai, cukup bayar 3000 saja, nanti tiket yang Anda pegang diisi lagi. setelah itu lakukan LANGKAH NO. 2. Oh ya, tiket bisa digunakan kembali selama Masa Tenggang seminggu, kalau lewat Masa Tenggang, tiket gak bisa dipake lagi dan, 5000nya hangus. Oh ya kalau misalnya dipake lagi, masa tenggangnya ke-reset, jadi kalau Anda beli tiket hari Senin tanggal 1, maka masa tenggangnya sampai Senin tanggal 8. Kalau ternyata tiketnya dipake lagi hari Rabu tanggal 3, maka masa tenggangnya berubah jadi sampai hari Rabu tanggal 10. Mengerti kan?

“Ah, masih gak ngerti nih! Jelasin lagi dong!” Insya Allah saya mau bikin versi komiknya 😀

“Kebijakan barunya repot nih! Harusnya kasih cara yang lebih simpel!” Nah caranya supaya simpel ya beli kartu Multitrip, jadi tinggal Tap in masuk stasiun aja, gak perlu antri dan kena langkah-langkah diatas. Memang sih harga kartunya agak mahal yaitu 20rb, tp setidaknya lebih mudah karena tinggal isi saldo aja, kayak pulsa HP!

“Lu ngapain nulis kayak beginian? Lu marketingnya KCJ ye? Apa elu antek-anteknya Jonan?”

Ya buat mempermudah aja, soalnya banyak yg bilang sistem ribet dsb, padahal kalo positive thinking, sebenernya tiket THB ini mudah loh, gak jauh beda sama sistem tiket yang kemarin.

Nah daripada saya dikira orang marketing KCJ ataupun anteknya Jonan, ini pendapat saya pribadi mengenai sistem baru tiket KRL ini.

Kalo mau lihat sistem, sebenernya sistem ini bagus, soalnya dipake di Singapore MRT dan Korail Korea dan gak terlalu banyak masalah yg muncul. Nah bagaimana kalo diterapin di KRL Jabodetabek/Commuter Line? Menurut saya bisa saja, namun ada beberapa poin yang harus diperhatikan

  1. Sosialisasi. Nah, ini yang paling penting! Sangat disayangkan KCJ/KAI mengeluarkan kebijakan ini secara reaktif dan mendadak, yaitu saat orang-orang sedang libur lebaran. Kebijakannya sendiri katanya berlaku tanggal 20 besok, itu berarti sosialiasinya cuma SEMINGGU. Padahal kebijakan ini bagus lho buat meredam para “kolektor” bandel yang suka ngumpulin kartu. Kalo cuman seminggu, malah nanti bakal ada salah kaprah, kebingungan, dugaan konspirasi wahyudi. Saran saya untuk sementara dibatalkan dulu untuk sementara, beri waktu sebulan/dua bulan buat sosialisasi. Kemaren aja tarif progresif bisa ditunda sebulan karena alasan “gak siap”, masa yang ini gak bisa?
  2. Tutup Jalan Tikus. Salah satu faktor besar yang bikin tiket banyak hilang adalah banyaknya jalan tikus (Apalagi di Manggarai, orang bisa masuk ke stasiun lewat gudang kargo atau rumah warga, loncat dari rel pun gak ditegur), sebagus apapun sistem tiketingnya, kalo jalan tikus masih terbuka lebar yaa, terbuka lebar juga kesempatan orang yang pengen masuk kereta gratisan/bawa kabur kartu
  3. Gunakan material tiket yang lebih murah. Pake kardus/kertas yang gak gampang sobek, basah ataupun lecek supaya tiketnya gak rusak, dan biaya produksi yang lebih murah. Untuk tiket plastik yang sekarang dipake, biaya produksinya 5000/kartu (makanya jaminannya 5000). Untuk beberapa orang, 5000 itu terlalu besar. Nah supaya tiketnya tetep terjangkau, bisa gunakan materi-materi seperti di atas, jadi bisa ditekan jadi tinggal 750 atau 500 rupiah saja. tentu saja yang gak gampang rusak supaya bisa dipake terus dan bisa dibaca mesin
  4. Potensi antrian panjang. Meskipun sudah pakai sistem e-ticketing, penjualannya masih manual dengan cara antri di loket. Itu berarti ada potensi terjadi antrian pas mau ngambil jaminan kalau petugasnya tidak sigap. potensi ini bisa saja dihindari kalau petugasnya lebih sigap, tumpukan 5000 sudah disiapkan di meja, dan loket tambahan buat ngambil jaminan

Nah intinya sih kebijakan baru ini harapannya bisa ngurangin “kolektor” kartu dan meredam biaya kerugian gara-gara tiket hilang. Keliatannya sekilas ribet, tapi kl bisa dipermudah, kenapa tidak? Semoga proses modernisasi sistem ticketing ini bisa jalan lancar, gak ada lagi penumpang ilegal, jalan tikus, tiket hilang dll. Kalo prosesnya lancar dan penumpang bersama operator saling bantu buat betulin sistem, bukan gak mungkin kan kalo kualitas KRL nantinya bisa menyamai MRT Singapore atau Tokyo Metronya Jepang? 😀

 
8 Komentar

Ditulis oleh pada Agustus 8, 2013 inci Uncategorized

 

[Foto & Video] Kunjungan ke Museum A.H. Nasution

Dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Oktober kemarin, saya mau menulis tentang kunjungan saya ke Museum A.H. Nasution. Well, kalau kita bicara tentang museum (utamanya museum sejarah), masih banyak yang menganggapnya tempat yg agak aneh untuk dijadikan sasaran jalan-jalan (kecuali Museum-Museum yang ada di daerah Kota Tua sana, krn terkesan Eropa banget…), padahal justru dari sanalah info-info langsung mengenai suatu sejarah bisa dilihat dengan mata kepala sendiri….

Langsung saja, kunjungan saya ke museum ini tidak sendirian, saya sendiri pergi berkunjung bersama-sama dengan teman-teman dari Komunitas Historia Indonesia. Meskipun jumlah pesertanya ternyata sedikit, tapi acara tetap berlangsung. Isi dari museum itu apa saja? Sebenarnya sudah bisa ditebak: barang-barang peninggalan Alm. Jenderal A.H. Nasution dan keluarganya. Namun ternyata lebih dari itu. Di museum ini juga dijelaskan sebuah peristiwa yang hampir merenggut nyawa Pak Nas (panggilan Alm. A.H. Nasution), namun ternyata merenggut nyawa putrinya, Ade Irma Suryani Nasution. Agar terasa realistik, beberapa bagian museum ini juga dipasang patung-patung diorama yang berukuran asli (life-size) seperti ketika adegan Kapten Pierre Tendean ditangkap, Pasukan Tjakrabirawa sedang mendobrak pintu kamar Pak Nas, dll…

Berikut ini foto-fotonya

Patung Jenderal Besar A.H. Nasution yang ada tepat di depan museum

Plang Nama Museum

Teman-Teman dari KHI yang baru tiba

Setelah tiba di museum, saya baru mengetahui bahwa ternyata acara ini juga diliput oleh majalah Popular dan Kompas TV. Setelah acara pembukaan, kami disambut oleh guide resmi sekaligus staff penjaga dari museum ini. Dari sini, cerita-cerita mengenai kejadian berdarah 47 tahun yang lalu itupun pun dimulai…

Guide dari Museum A.H. Nasution (berbaju coklat). Saya lupa namanya siapa, hehe…

Kru Kompas TV yang sedang meliput kunjungan kami

Pak Guide ini mulai bercerita. “Bangunan ini dihuni oleh keluarga Pak Nas sejak tahun 1947 hingga tahun 2008, setelah itu diserahkan kepada negara untuk direnovasi dan dijadikan museum”, ceritanya. Ia kemudian menunjuk beberapa benda dan tempat yang ada di ruang depan. Ia menunjuk sebuah foto Pak Nas ketika kejadian G30S/PKI terjadi. Foto itu ternyata juga dijadikan referensi para pasukan penculik yang akan menculik beliau. Lalu ia menjelaskan kronologis lengkap dari kejadian ini. “Pasukan Tjakrabirawa masuk lewat ruang depan ini, lalu merangsek ke dua pintu ini, pintu ruang tamu dan pintu lorong:, ujarnya sambil menjunjuk dua pintu tertutup yang ada di ruang depan itu. Selain itu, bapak guide ini juga menunjukkan beberapa benda kengan-kenangan dan furnitur yang digunakan semasa Alm. Jendral Nasution hidup. “Sekarang, mari masuk ke ruangan menulis Pak Nas.” Pak Guide ini kemudian mengarahkan kami ke Ruang Kerja Jendral A.H. Nasution.

Bapak Guide kami sedang menjelaskan beberapa benda yang ada di dalam Museum

Gading gajah kenang-kenangan Pasukan Garuda III Congo

Foto Bapak Jendral A.H. Nasution sekitar tahun 1965

Kami kemudian masuk ke dalam ruang menulis Pak Nas. Semasa hidupnya, Jendral A.H. Nasution juga aktif menulis, ini dibuktikan dengan adanya sebuah rak buku besar yang penuh dengan buku-buku karya beliau. Dalam ruangan tersebut juga ada sebuah meja tulis. Agar terkesan hidup, ada juga patung berukuran asli dari Pak Nas yang menggambarkan beliau yang sedang menulis. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Fundamentals of Guerilla Warfare yang dijadikan buku wajib di akademi militer West Point, Amerika Serikat. Di dalam ruangan itu juga terpajang beberapa foto dan penghargaan, beberapa diantaranya adalah ketika beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari sebuah universitas di Filipina. Setelah melihat-lihat ruang tulis, kami diajak melihat sekilas ruang tamu dari rumah ini, lalu kemudian menuju kamar tidur Pak Nas.

Rak Buku yang penuh dengan buku-buku karya Jendral Besar A.H. Nasution

Diorama berukuran life-size yang menggambarkan Pak Nas sedang menulis.

Kami masuk ke dalam kamar tidur Pak Nas melalui sebuah lorong yang ada di tengah-tengah museum ini. Di dalam lorong ini juga terdapat tiga patung life-size yang menggambarkan tiga pasukan Tjakrabirawa yang sedang mendobrak pintu kamar Pak Nas. Setelah sampai ke kamar tidur, Bapak Guide kami kemudian bercerita kembali. “Di sinilah peristiwa itu terjadi. Waktu itu masih jam 3 pagi, namun Pak Nas masih belum tidur, masih mengusir nyamuk-nyamuk yang ada di kamar ini.”, ceritanya. Lalu ia melanjutkan, “Para pasukan Tjakrabirawa ini mencoba mendobrak masuk pintu kamar ini, namun berhasil ditahan oleh Ibu Johana, istri dari Pak Nas. Karena ada ribut-ribut, Ade Irma kemudian terbangun, lalu diserahkan kepada Ibu Johana kepada Ibu Mardiyah. Kemudian Bu Johana memandu Pak Nas untuk kabur ke kedutaan besar Irak yang ada tepat di sebelah museum ini. Nah, saat itu Ibu Johana bilang kepada Ibu Mardiyah kalau pintu kamar tidur ini jangan dibuka, karena ada pembunuh.” Kami pun masih penasaran sambil mendengarkan cerita dari Bapak Guide ini. “Nah”, lanjutnya lagi, “Karena gagang pintu ini digobrak-gabrik oleh pasukan di luar, Bu Mardiyah yang menggendong Ade Irma ini penasaran, kemudian membuka sedikit pintu ini. Ketika dibuka, seorang pasukan Tjakrabirawa yang bernama Herdiyono langsung melepas tembakan. Lubang-lubang bekas tembakan ini masih ada di pintu ini”, ceritanya sambil menunjukkan beberapa lubang yang masih ada di pintu kamar tidur Pak Nas, ditandai dengan selotip kuning. “Bu Mardiyah terkena tembakan, 2 peluru kena tangannya. Sedangkan Ade Irma, ia juga tertembak, ada 6 butir yang bersarang di sekitar tulang punggung dan perutnya.”

Diorama tiga anggota Tjakrabirawa yang mendobrak masuk pintu kamar Pak Nas.

Diorama yang menggambarkan Pak Nas yang masih terbangun

Kami sedang mendengarkan cerita dari guide museum. Tampak di depan: Patung tentara Tjakrabirawa yang bernama Hardiyono (atau Herdiyono? saya lupa tepatnya)

Close up dari salah seorang pasukan Tjakrabirawa

Kalau ini adalah lubang bekas tembakan Tjakrabirawa di pintu kamar tidur Pak Nas, ditandai dengan lingkaran kuning.

Video rekaman Bapak Guide museum yang sedang bercerita di kamar ini

Kemudian kami dibawa ke Ruang Gamad (Ruang Ganti Baju), Berdasarkan keterangan dari Guide museum ini, Pak Nas dibawa oleh Istrinya untuk kabur ke kedubes Irak, keluar melalui kamar ini. Waktu itu Istri beliau sedang menggendong putrinya yang sudah bersimbah darah. Di Ruang Gamad ini ada diorama lagi yang menggambarkan usaha Pak Nas untuk kabur dengan memanjat tembok dan Diorama istri beliau yang sedang menggendong putrinya, Ade Irma. Kemudian, Pak Guide ini kembali bercerita “Dari ruangan ini, Pak Nas keluar dan manjat tembok yang ada di luar. Tembok itu sebelahan dengan Kedubes Irak. Awalnya ketika memanjat tembok ini, Pak Nas kemudian ragu karena melihat putrinya yang sudah berdarah karena tembakan tadi. Namun karena ditembaki pasukan Tjakrabirawa yang berjaga-jaga di luar, Pak Nas kemudian jatuh ke dalam kedubes Irak, dan kakinya patah karena terkena pot bunga di bawahnya.” Dan ternyata pot bunga ini masih ada disimpan di dalam Ruang Gamad sebelumnya. “Sekarang temboknya sudah ditinggikan, sebelumnya temboknya setinggi ini…”, kata pak guide sambil menunjuk retakan di tembok yang menandai tinggi awal tembok museum. “Kemudian Bu Nas sambil membawa Ade Irma, masuk ke dalam ruang makan untuk melaporkan apa yang terjadi lewat telepon, nah ruang makan lewat sini…” Kemudian kami diajak masuk ke dalam ruang makan museum ini.

Diorama di Ruang Gamad museum yang menggambarkan Istri dari Pak Nas yang sedang menggendong Ade Irma, putrinya, yang sudah bersimbah darah.

Diorama lainnya yang menggambarakan usaha Pak Nas yang berusaha kabur dengan memanjat dinding pagar rumahnya

Di Tembok inilah Jendral A.H. Nasution berusaha kabur dari pasukan Tjakrabirawa yang berusaha untuk menculik beliau

Video ini merekam cerita pak guide dari luar museum hingga bagian ruang makan.

Setelah sampai di ruang makan, Pak Guide kembali bercerita. “Sambil membawa Ade Irma yang terluka parah, Bu Nas mencoba menghubungi Pangdam Jaya waktu itu, Bapak Umar Wirahadikusuma, mengenai kejadian yang terjadi di rumahnya. Ternyata di ruang makan itu, sudah ada 5 orang dari Tjakrabirawa, yang sebelumnya telah memutus telepon tersebut. Tugasnya memang memutus komunikasi rumah. Ketika ditanya di mana Pak Nasution, Bu Nas menjawab ‘Beliau sudah 2 hari di Bandung.’ Sementara itu di luar, Kapten Pierre Tendean berusaha untuk menghadapi para pasukan Tjakrabirawa itu, namun kemudian ia ditangkap oleh mereka. Ketika ditangkap, Kapten Tendean bilang begini ‘Saya Ajudan Pak Nasution’, Namun karena ribut-ribut waktu itu dan wajah Kapten Tendean yang tidak terlihat jelas karena masih gelap, pasukan Tjakrabirawa menyangka Kapten Tendean sebagai Pak Nasution. Kemudian mereka membawa Kapten Tendean dan membunyikan peluit sebagai tanda bahwa ‘Target sudah ditangkap’. Setelah peluit itu bunyi, para pasukan Tjakrabirawa ini kemudian pergi meninggalkan rumah pak Nas.” “Nah bagaimana dengan Ade Irma sendiri? Ia sekarat dan dirawat di Rumah Sakit Gatot Subroto, sebelum ia wafat tanggal 6 Oktober.” Kemudian kami dibawa ke Ruang Ade Irma yang berisi peninggalan Ade Irma Suryani Nasution.

Diorama Bu Nas yang sedang menggendong putrinya di ruang makan

Diorama dari Pasukan Tjakrabirawa yang memutus alat komunikasi.

Ada sebuah fakta menarik yang dijelaskan oleh guide itu. Menurutnya, semua diorama yang ada di dalam Museum ini dibuat berdasarkan kesaksian Bu Nas. Jadi wajah-wajah diorama ini, dibuat berdasarkan ciri-ciri yang diceritakan oleh Bu Nas, agar kelihatan seperti asli. Ketika di Ruang Ade Irma, Pak Guide ini kembali bercerita. “Di sini ada beberapa peninggalan Ade Irma semas hidup, seperti boneka, tempat minum, bahkan seragam tentara miliknya.” Di ruangan ini juga terdapat foto Kapten Pierre Tendean bersama Ade Irma, seminggu sebelum kejadian G30S/PKI, Obituari koran, dan lukisan yang berisi kata-kata terakhir Ade Irma sebelum meninggal.”

Boneka dan barang-barang peninggalan Ade Irma lainnya

Dan sebelum acara ini selesai, kami diajak untuk masuk ke dalam ruang senjata. Ruang senjata ini berisi senjata-senjata pribadi Jendral A.H. Nasution dan senjata yang digunakan pasukan Tjakarabirawa saat kejadian berlangsung.

Sebelum keluar, kami dipersilahkan masuk ke ruang diorama terakhir, yaitu ruang diorama yang berisi perjuangan-perjuangan Jendral A.H. Nasution semasa hidup, dan diorama penangkapan Kapten Pierre Tendean.

Selama kami berada dalam museum ini, kami disuguhi oleh cerita-cerita dari guide kami, dan peninggalan-peninggalan serta barang pribadi dari Jendral A.H. Nasution, yang membuat kami serasa flashback ke kejadian berdarah itu, tanggal 1 Oktober 1965, pukul 3 Pagi.

Jika Anda tertarik mengunjungi museum ini, museum ini berada di Jl. Teuku Umar, berada persis di sebelah dubes Irak. Jalan kaki hanya beberapa menit dari Taman Suropati. Museum ini tidak memungut biaya, namun museum ini menerima sumbangan dari pengunjung yang digunakan untuk membeli peralatan kebersihan museum ini.

Museum Jenderal AH Nasution
Jalan Teuku Umar 40, Menteng, Jakarta Pusat
Telp.: (021) 314 1975, Faks.: (021) 3192 5084
Jam buka: Selasa-Minggu, pukul 08.00-14.00 WIB
Tiket masuk: gratis

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Oktober 2, 2012 inci Uncategorized

 

[Foto] Yang baru di SMAN 8 Jakarta

Beberapa minggu yang lalu saya pergi ke acara hearing Calon Ketua Subseksi Teksound angkatan 28. Nah selagi menunggu teman-teman yang lain buat pergi ke acara hearingnya, saya mencoba untuk menunggu dan merampok berkeliling ke dalam SMA 8, SMA tempat saya belajar dulu. Dengar-dengar sebelumnya dari teman yang masih bersekolah di sana, semenjak pergantian kepala sekolah, banyak perubahan fisik di gedung SMA 8 ini. Mumpung saya sekarang sudah di sana, maka saya mencoba mencari-cari perubahan apa saja, dan langsung saya ambil fotonya. Ini dia…

Pertama saya masuk lewat gerbang, yang saya perhatikan pertama kali adalah plang SMA 8 dan air mancur di bawahnya. Dulu belum ada air mancur dan plangnya saat itu masih berwarna putih, sekarang menjadi biru aqua.

Lalu Masjid Darul Irfan. Kubah depannya dulu berwarna hijau. Ada alasan khususnya: Untuk mengingatkan pada Masjid Nabawi di Madinah sana. Sekarang semua kubahnya sudah dicat berwarna emas.

Tower Teksound? Ada beberapa perubahan seperti penambahan lemari.

…tapi rak-rak tempat komponen elektronik dan monitor bekas sudah dibawa entah ke mana.

Di luar tower ada poster Bedah Kampus UI, mungkin dari panitia penjualan tiket BKUI yg datang ke 8.

Kalau yang ini kelas XII IPA C, kelas terakhir sebelum saya lulus. Komputer kelasnya masih tetap bermasalah sejak angkatan 2009 masih belajar di sini -_-. Perubahan tidak terlalu banyak. Sepertinya ada sesuatu di papan tulis itu…

Sepertinya sisa-sisa dari BTA kemarin, tentang vektor. Mengingatkan saya pada ujian Mid Semester kemarin, hehe.

Lemari kelas? Masih tetap kotor dan berantakan. Bahkan cup Agar-Agar basi yang masih penuh saat saya masih belajar di sana, sekarang sudah habis, entah diapakan itu agar-agar…

Sekarang kantinnya. Pertama, sudah ada kerikil hiasan dan lebih banyak pot tanaman, dan juga wastafel. Karena waktu itu hari minggu, pintu gerbang dikunci, jadi saya jalan menuju ke kaca patri bolong yang ada di tangga untuk foto kantinnya.

Tempat yang tadinya rerumputan pun dtutupi dengan kerikil hias dan penambahan wastafel.

Sekarang ke ruangan dekat Sekretariat BTA 8.

Ruangan yang tadinya kosong dan kadang jadi parkiran motor darurat, sekarang sudah berubah menjadi Hall of Fame, tempat rak-rak piala dan memorabilia.

Saat saya memfoto lapangan ini, kondisinya masih hancur seperti yang ada di foto di atas, tapi seminggu setelahnya, lapangan ini kembali dicat. Sponsor/Merk yang dicat di lapangan itu saya lupa.

Sebenarnya masih banyak lagi perubahan. Plang visi misi yang baru, Mesin Sidik Jari untuk identifikasi siswa yang terlambat, Perpustakaan masjid yang lebih banyak koleksinya, dan lain-lain. Cuma karena akhirnya teman saya datang dan mesti berangkat, foto-fotonya jadi tidak terambil.

Melihat perubahan-perubahan di atas, saya seperti sudah lama sekali lulus dari sana, padahal belum satu tahun ya, hehe. Semoga selain perubahan fisik, juga ada perubahan lain berupa peningkatan prestasi yang membanggakan dan debit air banjir 😀

 
4 Komentar

Ditulis oleh pada November 11, 2011 inci Uncategorized

 

Adaptasi lingkungan belajar baru

Kehidupan di kampus hampir berbeda 180 derajat dengan kehidupan sekolah selama 12 tahun terakhir yang pernah saya alami sebelumnya. Well…mungkin sebagai mahasiswa baru, sayabisa dibilang masih agak “kaget” dengan sistem belajar yang ada di universitas. Banyak sekali perbedaannya. Sebelum saya masih pada masa-masa ujian masuk perguruan tinggiibu saya sering bilang seperti ini pada saya, “kehidupan kampus itu berbeda banget lho, kalau kamu di sekolah hampir seluruh jam full belajar di kelas, di kampus justru sebaliknya, belajarnya cuman kayak les, cuma beberapa jam doang, tapi justru di situ letak tantangan kamu di kampus nanti. Malah nanti kamu ada hari di mana kamu mesti nunggu berjam-jam cuma buat nunggu kuliah, karena jadwal kuliah itu banyak jedanya” Ya, perkataan ibu saya tersebut memang benar adanya. Dan sekarang, saya benar-benar mesti adaptasi dengan lingkungan baru yang sangat berbeda ini.

Bagian perkataan ibu saya yang saya rasakan sekarang pertama kali adalah….jam belajar yang cuman beberapa jam, banyak jedanya pula. Memang benar, jadwal kuliah per harinya kalau ditotal rata-rata, tidak sampai 4 jam per hari. kedua adalah menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu jam kuliah. Untuk semester pertama ini, saya mempunyai jadwal di mana, hal itu benar-benar terjadi: menunggu berjam-jam demi kuliah. Tepatnya hari Rabu. Di hari rabu ini, jadwal kuliah saya yang pertama selesai jam 09.40 Sedangkan yang kedua, mulai jam 4 sore. Ada jeda 6 jam antar kuliah ini. Terakhir adalah kata-katanya yang menyebutkan kalau jam kuliah itu justru tantangan di kehidupan kuliah. Ya, karena kuliah ternyata student-centered, tergantung pada mahasiswanya mengatur sendiri bagaimana caranya belajar dengan tidak hanya mengandalkan jam kuliah yang cuman beberapa itu. Mesti cari bahan lain, tidak bisa dari kuliah itu sendiri. dan juga bagian dari tantangan ini adalah tugas. Per minggunya sendiri bisa sampai 3-4 tugas yang harus dikerjakan. Well..kalo diperhatikan, semua yang saya sebut dengan tantangan itu bagian dari SKS (Sistem kredit semester). Dimana pembagian 1 SKS itu dibagi jadi 3 bagian: 50 menit per minggu untuk kuliah, pengerjaan tugas, dan belajar mandiri.

Selain itu, hal-hal penting yang saya dapatkan di kehidupan kampus adalah betapa pentingnya manajemen waktu (dan manajemen stress) supaya tidak “keteteran” menghadapi banyaknya tuntutan-tuntutan yang datang, kapan saja. Tidak banyak yang bisa saya tulis sebenarnya untuk post ini. Semoga saya bisa mengambil perkataan ibu saya itu dan pengalaman-pengalaman awal supaya bisa menjalani dan adaptasi lingkungan belajar yang baru dan berbeda di kampus.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Oktober 8, 2011 inci Uncategorized

 

Post Pertama.

public class greetings{
public static void main(String[] args){
System.out.println(“Hello World!”);
}
}

Output:
“Hello World!”
….well tadi itu basi sangat, maksudnya mau ngetik Hello World dalam bahasa Java (bukan, bukan bahasa daerah di Indonesia) tapi td itu cuma sebagai posting pertama. Ah, FYI, blog saya di The Bandstand Of Life udah expired, jadi untuk selanjutnya, blog saya pindah ke sini…
That’s enough for today, hope I can write more for the next days….

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Oktober 4, 2011 inci Uncategorized

 

Tag:

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.
 
1 Komentar

Ditulis oleh pada Oktober 4, 2011 inci Uncategorized